Ponsel Doja Safir
Cerpen hamdan
Kumandang
azan terbang secepat cahaya memasuki ruang-ruang di seluruh tempat dalam
lingkar radius kelurahan Padang Panjang. Kumandang itu selalu berbunyi tepat
pada waktunya, tak kurang dan tak lebih sedetik pun. Safir cukup piawai dalam
mengatasi tugasnya sebagai penjaga masjid. Ia mampu mengakali agar jam weker
yang biasa dipakai untuk memasang alaram waktu, dapat secara otomatis
tersambung ke MP3 Player yang memainkan tadarrus alquran. Untuk ukuran
kampungnya yang membatasi perkotaan dan pedesaan, hal yang ia lakukan itu
sangat luar biasa, apalagi terkait dengan penguasaan teknologi. Warga lain
umumnya hanya pemilik produk teknologi, mereka membelinya setelah
mengumpul-ngumpul hasil kerja keras sepanjang dan setiap hari. Safir lebih dari
itu, dapat mengutak-atik sejumlah produk elektronik, bahkan dapat
memodifikasinya sehingga memilki fungsi baru sesuai kebutuhan yang diinginkan.
Sebelumnya
urusan membunyikan tadarrus alquran di masjid memang sudah menggunakan cukup
teknologi, tetapi yang bertugas harus betul-betul berjaga-jaga agar tidak telat
membunyikan masjid, terutama di waktu-waktu ngantuk menyerang yakni saat ashar
dan subuh. Jika lalai, bisa jadi shalat jama’ah juga akan telat dilaksanakan
atau bahkan tidak sama sekali. Jika musim hujan datang, si penjaga masjid yang
biasa dipanggil doja, harus menyiapkan payung untuk dapat mencapai masjid dari
rumahnya. Apalagi bila hari juma’at, doja harus lebih siaga ekstra bertanggung
jawab terhadap kelancaran shalat jum’at.
Pernah
suatu Jum’at doja Sarip telat membunyikan MP3 tadarrus yang berfungsi
mengingatkan sekaligus mengajak warga untuk shalat jum’at. Doja Sarip dapat
teguran dari pak lurah setelah pak lurah mendapat laporan dari pak rt. Doja
Sarip malu dan mengaku salah tapi juga membela diri bahwa doja juga manusia, yang
sayangnya job doja jauh seribu kali lipat di bawah gaji gubernur. Doja harus
pergi mencari job lain untuk mencukupi hidup keluarganya dan itu berarti doja
juga perlu interval, perlu durasi untuk beralih dari job satu ke job lainnya. Wajar
bila doja terlambat karena kelelahan atau ketiduran, atau harus menyelesaikan
kerjaannya lebih dulu yang tanggung untuk ditinggal. Diam-diam pak rt sebenarnya
ingin mempromosikan menantunya untuk menjadi doja baru. Dengan membesar-besarkan
masalah undisipliner doja Sarip, pak rt dapat menjalankan rencananya.
Pak
rt memiliki visi kekuasaan. Meskipun ia sadar bahwa ia tak mungkin jadi pak
lurah atau pak doja, tetapi ia bisa menjadi seorang figur yang dapat memainkan
peran dalam mengatur para pejabat di seluruh wilayah kelurahannya. Dengan begitu
kekuasaan tetap ada di tangannya. Tidak jarang di musim suksesi pemilukada,
pilcaleg, sampai pilpres ia sibuk menerima tamu dari sejumlah tim sukses yang
menawarkan berbagai hal jika nanti pak rt mampu memenangkan calon mereka. Sejak
tiga tahun lalu ia mempromosikan menantunya dengan cara membentuk opini warga, memblowup
kelemahan pejabat doja, dan mengangkat citra menantunya dengan berbagai cara
pencitraan. Sudah tiga tahun pula ia gagal meloloskan Diman menantunya yang
pernah kuliah tapi tidak tamat itu.
Menjadi
doja memang bukan hal mudah dan menyenangkan. Karena bila jadi doja
menyenangkan, bukan hanya Diman, pasti banyak orang yang mau jadi doja masjid.
Masalahnya mereka harus pandai menyiapkan diri, jiwa, raga, pikiran dan
waktunya dalam lima kali sehari semalam. Menyiapkan diri artinya pribadi harus tidak
bertentangan dengan masjid. Jiwanya harus berada dalam masjid dan dalam seluruh
keimanan publik. Raganya harus disiapkan untuk mengelola seluruh hal yang
terkait dengan kebutuhan peribadatan warga. Pikiran harus dikerahkan sepenuhnya
pada seluruh hal terkait penyelenggaraan masjid sebagai institusi. Waktu harus
diatur sedemikian rupa sehingga seluruh kegiatan, meski urusan pribadi, harus
mengalah dengan jadwal masjid dan jadwal shalat yang telah disusun di masjid.
Karena
itulah Safir memikirkan cara-cara yang lebih memudahkan urusan. Setidaknya,
walaupun ia belum sampai ke masjid, tadarrus dapat berbunyi tepat pada waktunya
setengah jam sebelum waktu shalat. Sebelumnya, ia menggunakan jam weker biasa
yang disambungkan ke bagian tertentu pada MP3 player. Cara ini lebih sering
masih membingungkannya, karena ia tidak bisa memastikan apakah tadarrus
betul-betul dapat berbunyi. Beberapa bulan terakhir Safir sudah bisa
menggunakan handphone untuk membunyikan tadarrus dari jarak jauh, sejauh
jangkauan signal. Cukup dengan memencet nomor ponsel masjid lalu menekan tombol
call, lalu ponsel tadarrus masjid menjawab otomatis, dan masjid sudah dapat
bertadarrus. Ia sendiri dapat mendengarkan bunyi itu untuk memastikan bahwa
tadarrus memang telah berbunyi. Jika ia sudah mendengar tadarrus itu, ia cukup
memencet tombol mengakhiri call. Konsekwensi menggunakan cara ini hanya
mengeluarkan sedikit pengeluaran ongkos pulsa.
Suatu
hari ketika baru setengah jam sedang bekerja di sebuah pasar, Safir mendapat
call dari seseorang bernomor baru, belum tersimpan dalam phone book.
“Ya,
halo... kenapa? Dengan siapa nih...? Bukan, bukan... saya Safir. Maaf anda sepertinya
salah sambung...”
Tiba-tiba
Safir gelisah bukan kepalang. Ia ingin segera pulang tapi pekerjaan belum
selesai, masih pagi, masih lama. Waktu shalat juga masih lama. Tetapi kasus
salah sambung itu seperti hantu baginya dan mengganggu pekerjaan. Jangan-jangan
terjadi call salah sambung pada nomor masjid? memang hanya ia yang menyimpan
nomor ponsel masjid, tapi juga bisa saja nomor itu jadi sasaran salah sambung.
Masjid akan tadarrus pagi hari jauh sebelum dzuhur. Atau tadarrus pukul 10
malam, atau 12 malam jauh setelah jadwal isya. Wah, gawat. Warga bisa protes.
Pak rt pasti mulai mendapat bahan cerita menyebarkan hasut.
Idenya
yang cemerlang dalam bidang kedojaan itu tiba-tiba menjadi hantu peneror yang
menghidangkan ketakutan, kegelisahan dan celaka duabelas. Seorang yang melihat hantu
dalam dunia penampakan boleh menutup mata, menyelimuti tubuh rapat-rapat,
membaca jampi dan segera merasa aman. Tetapi hantu yang satu ini lebih sangar
tanpa penampakan, ia masuk ke ruang-ruang batin dan pikiran, dan dengan palu
raksasanya ia menghancurkan bangunan-bangunan syaraf konsentrasi. Hanya dalam
setengah jam Safir melakukan tiga kali kesalahan dalam pekerjaannya melayani
para konsumen toko elektronik bossnya. Tentu saja boss ngomel dan
berulang-ulang memarahinya. Paling sadis dan menyakitkan saat boss mengatakan
padanya, “kalau tidak mampu lagi kerja, ya sudah, berhenti saja”.
Hantu
salah sambung itu tidak sendiri. Ia punya teman hantu yang dan tak kalah sangar
dan menakutkan. Safir sedang jatuh cinta dengan Narsi anak pak rt, dan Narsi
juga menerima cintanya. Cinta mereka semakin tumbuh bagai taman bunga dengan
aneka kembang bermekaran. Tapi semua itu mereka sembunyikan apalagi terhadap
pak rt, bapak si Narsi, yang sebelumnya membenci Safir karena mengalahkan
menantunya dalam bursa doja masjid dan ini kekalahan kali kedua. Bila call
salah sambung terjadi ke ponsel masjid, ini bisa jadi pemicu baru bagi pak rt
untuk mengkampanyekan anti Safir. Kebencian pak rt terhadap dirinya akan makin
tersulut dan pasti merembet ke persoalan stabilitas hubungannya dengan Narsi.
Padahal bagi Safir, Narsi sangat berarti dalam hidupnya. Di seluruh wilayah
kelurahannya, hanya Narsi yang punya pikiran berbeda. Narsilah gadis
satu-satunya yang masih menganggap pekerjaan doja, menjaga dan memelihara
masjid itu adalah sesuatu yang mulia. Narsi ingin membawa hidupnya pada
ruang-ruang kemuliaan. Inilah yang membuat Safir takut kehilangan Narsi yang bisa
saja terjadi karena call salah sambung ke ponsel masjid.
Safir
mengirim sms ke Narsi; “apakah kau masih akan mencintaiku bila aku tidak lagi
menjadi doja masjid?” Lalu Safir mengatur nada sms hanya menggunakan nada getar
seperti debaran hatinya saat itu. Dan sekejab ponselnya bergetar; “k’Safir, aku
mcintaimu krn hatimu sll di masjid.” Hati Safir bergetar makin kencang. Makin
kencang karena digetarkan oleh dua arus kencang, arus salah sambung dan arus
Narsi kekasihnya. Getaran itu terasa beda karena tercipta dari ketegangan,
ketegangan antara rasa takut dan rasa bahagia, ketegangan antara bencana dan
cintanya.
“Safiiir...
sebagai teguran terakhir, mulai detik ini, kau saya hentikan kerja selama
seminggu di tempat ini. Setelah itu bila masih terulang, kau akan kupecat!”
Demikian kata bossnya yang tak mampu lagi melihat kesalahan berulang-ulang dari
Safir.
Safir
dengan sedikit lemah pulang ke rumah namun lebih tertarik mampir ke masjid
beristirahat. Ia duduk memandang ponsel masjid. Ponsel itu menjadi wajah Narsi
dalam kelembutan senyum dan bening matanya. Safir dengan refleks memperbaiki
sandar duduknya melihat wajah itu. Lalu ponsel itu menjadi wajah pak rt yang
mirip sekali dengan wajah Narsi. Sangat mirip. Dari wajahnya, pak rt bisa
dibilang Narsi yang berkumis dan berambut pendek. Wajahnya tampan tetapi
hatinya bopeng seperti jalan bertabur lubang dan lumpur. Lalu ponsel itu
menjadi bossnya yang tak henti-henti marah sambil menghitung uang dan
memisahkannya dalam kotak debet kredit modal dan saldo. Ponsel kembali menjadi
wajah Narsi, lalu Safir tertidur. Ia lelah memikul ketegangannya.
Ponselnya
bergetar dan membangunkan Safir. Oh, ini pasti sms Narsi. Dilihatnya cepat. Ah,
ternyata getar alaram, ia lupa mengembalikan nada getar sms pada nada dering
kesukaannya. Kini waktunya membunyikan tadarrus untuk shalat dzuhur. Masjid
telah berbunyi dan Safir membersihkan kamar kecil, tempat wudhu dan tempat alas
kaki, sambil merenung-renung bagaimana cara agar tidak terjadi salah sambung
pada ponsel masjid. Masjid asuhan Safir biasanya di waktu-waktu tertentu
memiliki banyak jama’ah dan kadang biasa-biasa saja. Biasa-biasa saja maksudnya
hanya terdiri dari beberapa saja orang tua usia lanjut, pensiunan, dan remaja
masjid.
Segera
setelah shalat, Safir menuju ke pusat penjualan dan service ponsel merek “ndal”
buatan Indonesia. Merek ponsel andalannya. Safir ingin memesan sebuah ponsel
dengan settingan khusus yang dapat menolak seluruh jenis panggilan dan pesan baik
sms maupun mms dari nomor manapun, kecuali dari nomor ponselnya sendiri dan
nomor ponsel Narsi. Nomor Narsi sesekali pasti dibutuhkan misalnya bila ponsel
Safir bermasalah atau hilang. Bila pemegang hak atas merek ponsel itu tak dapat
membantunya, toh Safir dapat melakukannya sendiri, karena ia memiliki kemampuan
mengutak-atik ponsel baik hardware maupun software. Ia hanya tak ingin
menganggu hak orang lain.
Cara
itulah pikir Safir, satu-satunya yang dapat menyelamatkan masjid, dirinya,
pekerjaannya, dan terutama cinta mereka; Narsi dan Safir. Bagaimanapun pentingnya
tanggung jawab doja kepada masjid, tetapi pekerjaan juga tak kalah penting bagi
Safir. Menjadi doja hanya menjamin kehidupan akhirat, tetapi tidak menjamin
kehidupan selama hidup di dunia. Doja bukan pegawai negeri meskipun urusannya
dalam beberapa hal lebih sulit dari beberapa pekerjaan pegawai negeri. Lebih banyak
pegawai datang ke kantor bercanda dalam menghabiskan jam-jam kantor. Safir bekerja
siang malam tanpa hari libur. Apalagi Safir juga bercita-cita menyunting Narsi.
Ia harus memiliki kemampuan finansial. Doja juga perlu hidup.
Safir
sedang akan istrahat malam hari, ketika ponselnya berdering. Ingatannya segera
ke Narsi. Safir memang selalu mengingat kekasihnya itu hampir di setiap moment,
apalagi saat ponsel berdering. Ia selalu ingin bersama Narsi, tetapi itu bisa
membuat hubungan mereka hancur sebelum tumbuh. Siapa yang tak kenal pak rt yang
juga sebenarnya hantu. Ponsel terus berdering. Nomor tak dikenal. Tiba-tiba saja
ingatan Safir betul-betul beralih ke pak rt. Jangan-jangan pak rt menelponnya,
mungkin bukan salah sambung, tapi pak rt pandai bertanya layaknya interogasi
dan menjebak orang dalam logika kesalahan. Jawab tidak... jawab tidak...? Akhirnya
Safir menerima panggilan itu.
“Mas
Safir, kami dari ponsel “ndal”. Kami akan memenuhi permintaan anda. Tetapi beri
kami waktu tiga hari dan anda akan kami telepon untuk komunikasi selanjutnya.”
Betapa
bahagianya Safir menerima telepon itu. Ia memang sudah menawarkan pada
perusahaan ponsel bahwa cara ini bisa diterapkan ke semua doja masjid di seluruh
wilayah negeri ini. Hitung-hitung gagasan itu bisa sebagai projek percontohan bentuk
kepedulian perusahaan terhadap lingkungan sosial. Tetapi sebagai doja yang berpikir
doja, Safir tidak banyak berharap idenya dapat diterima oleh perusahaan atau negara
dan menjadi projek nasional. Doja sejak dulu hanya doja bersama masjidnya.
Komentar